Saturday, June 26, 2010

RISAU,

Risau

Hari itu, seseorang menjumpai Umar bin Abdul Aziz. Khalifah dari Bani Umayyah yang sangat terkenal itu. Didapatinya Umar sedang menangis. Sendirian.

“Mengapa engkau menangis wahai Amirul Mukminin?” tanya orang itu dengan hati-hati. “Bukankah engkau telah menghidupkan banyak sunnah dan menegakkan keadilan?” tanya orang itu lagi dengan nada menghibur.

Umar masih terus menangis. Tidak ada tanda-tanda ia akan berhenti dari tangisnya. Beberapa saat kemudian, barulah ia menyahut seraya berkata, ”Bukankah aku kelak akan dihadapkan pada pengadilan Allah, kemudian aku ditanya tentang rakyatku. Demi Allah, kalau benar aku telah berbuat adil terhadap mereka, aku masih mengkhawatirkan diri ini. Khawatir kalau diri ini tidak dapat menjawab pertanyaan seandainya banyak hak rakyatku yang aku dzalimi?”

Air mata Umar terus mengalir dengan derasnya. Tidak lama berselang setelah hari itu, Umar menghadap Allah subhanahu wataala. Ia pergi untuk selama-lamanya.

Umar bin Abdul Aziz, yang menangis dan terus menangis itu, hanyalah satu contoh dari kisah ’orang-orang risau’. Ya, orang-orang yang selalu punya waktu untuk merasa risau, gundah, dan khawatir.

Bahkan sebagian mereka mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk risau. Risau terhadap dirinya, terhadap orang-orang di sekitarnya, atau terhadap beban dan tanggung jawab yang dipikulnya.

Paradigma orang yang menemui Umar, dalam kisah di atas, sangat berbeda dengan paradigma Umar, yang tetap saja menangis. Orang itu bertanya heran mengapa Umar masih menangis, karena dalam pandangan dirinya, Umar sudah sangat terkenal keshalihan dan kebajikannya. Umar telah banyak melakukan kebaikan, berlaku adil kepada rakyat. Dan bahkan mengantarkan mereka kepada kehidupan yang makmur dan damai.

Tetapi Umar tetap menangis. Tangis kerisauan dari seseorang yang mengerti betul bagaimana ia mesti ber-etika di hadapan Tuhannya. Tangis Umar adalah ekspresi kerisauan. Kerisauan seorang penguasa yang memikul tanggung jawab berat. Tanggung jawab memimpin ribuan rakyat. Ia juga tangis seorang yang telah menapaki tangga-tangga hikmah. Yang keluasan ilmu dan amalnya semakin membuatnya merunduk dan merendah.

Kerisauan seorang Umar, adalah bukti bahwa setinggi apapun derajat hidup orang, sesungguhnya Ia bisa risau. Meski kerisauan setiap orang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan justru di sinilah inti permasalahannya. Ialah bahwa sejarah selalu mencatat, orang-orang besar sepanjang jaman, adalah orang-orang yang punya waktu untuk risau, mengerti mengapa harus risau, dan apa yang mereka risaukan. Sebagian bahkan meniti awal kebesarannya dari awal kerisauannya.

Sebab rasa risau adalah titik api pertama, yang akan melontarkan sikap-sikap positif berikutnya, lalu membakarnya hingga menjadi matang. Sikap mawas, selalu mengevaluasi diri, tidak besar kepala, bertanggung jawab, tidak mengambil hak orang, dan lain-lainnya. Keseluruhan sikap-sikap itu, pemantiknya adalah risau.

Sejarah tidak pernah memberi tempat bagi orang-orang yang tidak pernah risau, selalu merasa aman, enjoy sepanjang hidup, tanpa beban sedikitpun, untuk dicatat dalam daftar orang-orang besar. Karena risau tidak saja simbol kesukaan akan tantangan, dinamika dan kompetisi, tapi risau juga kendali dan sumber inspirasi bagi segala sikap kehati-hatian.

Dalam pengertian inilah, kita memahami peringatan Allah, bahwa seorang Mukmin, dan bahkan setiap manusia, tidak boleh merasa aman dari adzab Allah. Orang-orang yang merasa aman, tidak pernah merasa risau, tidak punya waktu untuk risau, dan bahkan tidak mengerti mengapa harus risau, adalah orang-orang yang rugi.

Simaklah firman Allah yang artinya, ”Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi. " (QS. Al-A’raf: 97 - 99).

Ayat tersebut sedemikian jelas memaparkan, bahwa merasa aman dari adzab Allah adalah tindakan yang salah. Kuncinya sangat sederhana. Karena manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Bahkan ia juga tidak bisa memastikan, apa yang akan terjadi beberapa menit kemudian. Bisa jadi besok ia melakukan kesalahan, lalu sesudah itu ia mendapat adzab. Bisa juga ia tidak melakukan kesalahan. Tetapi juga mendapat imbas adzab dari kesalahan yang dilakukan orang lain.

Hidup ini seperti hutan belantara yang sangat lebat. Manusia dan keseluruhan makhluk saling berlomba di dalamnya. Berpacu, beradu, berlomba, atau juga saling bekerjasama. Lebatnya belantara hidup membuat hidup begitu liat, keras, dan kadang harus saling mengalahkan. Dalam seluruh denyut kehidupan itu manusia terikat oleh serabut-serabut panjang dan saling berhimpitan. Ujung serabut itu terikat dengan makhluk-makhluk itu. Sedang pangkalnya ada dalam genggaman tangan-tangan Allah. Serabut-serabut itu adalah kekuasaan Allah, yang dari sana lahir takdir-takdir bagi keseluruhan hidup manusia.

Maka, rasa risau, dalam tatanan Islam adalah awal dari rasa ketergantungan kepada sumber-sumber yang memberi rasa aman. Dan, sumber utama rasa aman itu adalah Allah. Yang Maha Kuat lagi Maha Melindungi. Karenanya, orang-orang seperti Umar sangat memahami betapa risau haginya adalah sebuah proses produktif seseorang dalam berinteraksi dengan Tuhannya. Ia risau dan karenanya ia menangis. Ia menangis dan karenanya ia berharap.

Kita, di sini, sekumpulan orang-orang yang tak akan sampai menyamai Umar bin Abdul Aziz, apalagi melampaui, semestinya menjadi orang-orang yang akhirnya mengerti darimana sebuah kebesaran dimulai. Bahkan, sebuah harapan, ternyata, mula-mula adalah segumpal risau.

Salah satu kebutuhan penting dalam hidup, adalah merisaukan diri. Ia semacam rumah-rumah kecil untuk persinggahan, bagi keseluruhan alur dan aliran semangat serta gelora hidup kita. Sebuah risau adalah tali penyeimbang antara menengok ke belakang dan berhati-hati menatap ke depan.

Maka seperti apakah risau kita hari ini?
YA Allah,sungguh kerdilnya aku,...
Sedangkan sorang Umar risau dengan tanggung jawabnya terhadap beban dan tanggung jawabnya ,terhadap rakyatnya,....
Sedangkan aku risau pd diriku dan kelurgaku saja,...
Risau karena banyak dosa yang telah aku lakukan,...
Risau karena belum banyak yg aku lakukan utk dakwah,....
Risau karena aku banyak mengeluh,...ah,..ih,...uh,
..oh..
Risau karena belum banyak ilmu yang ku dapat,..
Risau,risau,risau,...apaka
h aku pantas kesurgamu,..ya Robb
Dihening malam ini,kumohon Ya Robb,ampunilah kerisauanku
bersihkan risau ku atas kepentingan pribadi semata,..
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk

Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang



Ya Allah

Kami berlindung kepada-Mu dan memohon kepada-Mu sesuatu yang kami tidak mengetahui hakikatnya



Ya Allah

Kami telah menganiaya diri kami sendiri

Dan sekiranya Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami

Niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi



Wahai Allah Yang Maha Agung,

Ampunilah seluruh dosa kami

Tutupi dan hapuskan segala aib dan kesalahan kami

Dan berikan kepada kami kesanggupan untuk mengubah dan memperbaiki diri menjadi lebih baik

Karuniakanlah kepada kami akhlaq yang mulia

Pribadi yang indah dan terpelihara



Ya Allah

Karuniakanlah kepada kami ketenangan hati,

kedamaian hati,

kebeningan dan kebersihan hati,

ketenteraman jiwa

kesegaran berfikir

dan ingatan yang tajam

Usir dan buanglah segala kegelisihan, kekhawatiran, ketakutan, kecemasan dan kesedihan dalam hati dan jiwa kami.

Jadikan hati kami tenteram, tenang, dan damai dengan mengingat-Mu

Berharap dan bergantung hanya kepada-Mu



Wahai Pemilik dan Penguasa Segala Hati

Karuniakanlah kepada kami hati yang bening dan bersih

Hati yang suci, tulus dan ikhlas



Karuniakanlah kepada kami lisan yang indah dan bermutu,

Lisan yang hanya mengucapkan kata-kata yang baik dan bermanfaat,

Cegahlah lisan kami dari berkata-kata dusta dan sia-sia,

Cegahlah lisan kami dari kata-kata yang menyakitkan hati hamba-hamba-Mu,

Jadikanlah lisan kami menjadi jalan tersampaikannya kebenaran-Mu bagi hamba-hamba-Mu yang lain.


Wahai Allah yang Maha Memelihara,

Karuniakanlah kepada kami kesehatan, kenormalan, dan kesegaran jasmani dan rohani

Usir dan buanglah segala macam sakit dan penyakit yang menyerang diri kami

Normalkan segala yang tidak normal dalam diri kami



Wahai Allah Pelindung Yang Maha Kokoh,

Jauhkan dan hindarkan kami dari segala macam sakit dan penyakit,

dari segala mara bahaya, bala bencana, mala petaka dan musibah,

Lindungi kami dari niat buruk dan kejahatan makhluq-makhluq-Mu,

Lindungi kami dari tipu daya, gangguan, dan fitnah kaum kafir dan kaum munafiq,

Lindungi kami dari godaan-godaan dan bisikan-bisikan setan yang terkutuk,


Ya Allah,

Karuniakanlah kepada kami hati yang selalu bersyukur dan mengingat-Mu,

Jadikan hati kami hati yang tidak pernah lupa kepada-Mu,

hati yang ma’rifat mengenal-Mu,

hati yang penuh keimanan dan ketaqwaan kepada-Mu,

hati yang meyakini janji dan jaminan-Mu,

hati yang meyakini kokohnya perlindungan-Mu,

hati yang penuh kecintaan kepada-Mu



Jadikan hati ini

hati yang merasakan kesejukan beribadah kepada-Mu

Keindahan memohon dan bertaqarrub kepada-Mu

Ketenangan bergantung dan berharap hanya kepada-Mu


Ya Allah

Limpahkanlah kepada kami karunia dan pertolongan-Mu,

Bimbingan dan petunjuk-Mu,

Kasih sayang dan cinta-Mu,

Ampunan, rahmat, dan ridla-Mu,


Karuniakanlah kepada kami kecintaan kepada-Mu,

Kecintaan kepada Rasul-Mu,

Kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-MU,

Kecintaan kepada Al-Qur’an, firman-Mu,

Kecintaan kepada segala amalan yang dapat mendatangkan cinta-Mu,

No comments:

Post a Comment